2.1
KUALITAS AIR
DI SINGAPURA
Gambar
2.1 Keadaan Air di Singapura
Singapura mempunyai luas wilayah luas sekitar 700 km2
dan penduduk sekitar 4,4 juta orang. Singapura adalah salah satu Negara yang
sangat sedikit pasokan air baku untuk pengolahan
air minum, Selain air impor dari Johor, Singapura juga telah melakukan upaya
bertekad untuk mempertahankan sumber air (baik dari segi kuantitas dan
kualitas secara jangka panjang), memperluas sumber air dari desalinasi dan
penggunaan kembali air limbah dan menggunakan perkembangan teknologi untuk
meningkatkan ketersediaan air, meningkatkan
kualitas pengelolaan air dan memproduksi air baku sendiri sehinnga dapat
menurunkan biaya manajemen tersebut.
Di Singapura pengolahan air
yang dapat langsung diminum, yaitu NEWater. Saat ini ada tiga pabrik yang
memproduksi NEWater di Seletar, Bedok, Ulu Pandan dan Kranji. Proses
yang digunakan adalah reverse osmosis dan Pengelolaan Air. Pabrik ini memiliki
kapasitas total 20 DKM dan akan menyediakan air ke utara-timur, dan bagian
utara Singapura, Jaringan distribusi untuk NEWater meliputi 100 km jalur pipa. NEWater pabrik di Ulu Pandan, dengan kapasitas 25 DKM.
Pabrik ini akan memasok air ke bagian barat dan daerah pusat bisnis Singapura.
Produksi secara keseluruhan dari NEWater mewakili lebih dari 10% dari total
kebutuhan air per hari.
Teknologi lainnya adalah sumber air yang berbasis
“desalinated water”, penghilangan kandungan garam dalam air. Singapura memiliki
salah satu tanaman laut terbesar dari tanaman laut lainnya yang melakukan
proses reverse-osmosis. Yang menghasilkan 30 juta gallon sehari (136000 m2).
Dimana pada 2060, kami berniat untuk meningkatkan
kapasitas desalinasi dengan hampir 10 kali sehingga
air desalinated akan bertemu
setidaknya 30% dari kebutuhan air kita di jangka
panjang.
menghilangkan garam.
menghilangkan garam.
Kota atau negara yang tengah berjuang mengatasi polusi dan
kelangkaan air bisa belajar dari Singapura guna menemukan solusinya. Singapura
adalah yang terdepan dalam sistem pengelolaan air yang terintegrasi. Melalui
Lembaga Penyedia Layanan Publik (Public
Utilities Board), Singapura berhasil mengelola pasokan air, mencari sumber
air baru, dan menata sistem pembuangan air dengan cara yang terintegrasi dan
holistik.
PUB
berhasil mendiversifikasi keperluan air di Singapura dan meminimalkan jumlah
air yang hilang sebelum air tersebut mencapai konsumen (non-revenue water).
Tata kelola air di negara kota ini adalah salah satu yang terbaik di dunia.
Salah
satu kunci kesuksesan Singapura adalah pendekatan yang terintegrasi yang
menggabungkan analisis pasokan dan permintaan. Dari sisi pasokan, Singapura
memiliki apa yang disebut sebagai Empat Strategi Air Nasional atau “Four
National Taps” yang mengidentifikasi empat sumber air utama untuk pembangunan
yaitu: pengumpulan air lokal, air impor, air daur ulang atau NEWater dan
pemrosesan air laut (desalinated water).
Dari
sisi permintaan, Singapura menerapkan tarif air progresif sesuai tingkat
konsumsinya. Singapura juga menetapkan pajak konservasi air, standar pemasangan
air untuk rumah tangga serta melakukan kampanye dan edukasi pemakaian air yang
efisien.
Harga
air dihitung berdasarkan biaya untuk memroduksi dan memasoknya, sekaligus untuk
mengantisipasi kelangkaan air di negara tersebut dan biaya untuk mengatasinya.
Dengan
mengenakan tarif yang sesuai dengan biaya-biaya di atas, Singapura mampu
membiayai penelitian dan pengembangan serta membangun fasilitas baru yang lebih
inovatif dan efisien guna memenuhi keperluan air pada masa datang.
Kunci
sukses lain adalah efektifitas pemerintah, komitmen politik yang kuat,
kejelasan peraturan dan hukum, serta pekerja yang rajin dan berpengalaman.
Semua
upaya ini membawa hasil positif. Konsumsi air per kapita Singapura turun secara
bertahap dari tingkat tertinggi sepanjang sejarah yaitu 175 liter/hari pada
1994 menjadi 156 liter/hari pada 2008. Pada 2030, PUB menargetkan konsumsi air
per kapita Singapura bisa mencapai 140 liter/hari.
Singapura
saat ini semakin mandiri dalam memenuhi kebutuhan air mereka. Industri air di
Singapura pun sangat bergairah. Lebih dari 50 perusahaan asing dan lokal saling
bersaing dengan sehat guna memenuhi kebutuhan penduduk di Negeri Singa
tersebut.
2.2
KUALITAS AIR
DI JAKARTA
Gambar
2.2 Keadaan Air di Indonesia
Khusus
untuk Jakarta, persoalan yang sudah mengemuka sejak sepuluh tahun terakhir
adalah menyangkut sumber air baku dan kontinuitas pasokan, pola kerja sama
antarpihak yang terkait penyediaan air bersih, dan pengembangan infrastruktur
serta teknologi pengolahan air bersih dan limbah.
Karena
itu upaya gerakan Kali Bersih akan sangat bermanfaat untuk 10 hingga 20 tahun
ke depan. Paralel dengan upaya tersebut adalah penggunaan teknologi untuk
mengolah air sungai di Jakarta yang semakin hari semakin berkurang tingkat
pencemarannya. Kita berharap teknologi seperti ultrafiltrasi yang tengah dikaji
Kementerian PU, dapat dipergunakan dalam waktu dekat.
Tidak seperti Singapura, Jakarta
diberi anugerah air yang melimpah. Tiga belas aliran sungai mengalir di seluruh
kota. Sungai menjadi bagian penting peradaban orang Jakarta. Melimpahnya air, yang disuplai mata air
dari barisan Gunung Gede Pangrango yang relatif berjarak sekejap saja dari
Jakarta, sayangnya hanya diterima begitu saja. Tanpa adanya kekhawatiran air bakal
mengering atau turun kualitasnya.
Sungai menjadi tong sampah dan
sasaran limbah. Cadangan air di danau dan air dalam tanah habis disedot untuk
keperluan rumah tangga, bahkan industri. Gratis atau bisa didapat dengan harga
yang murah saja. Dari sudut kesehatan dan ekologis mengambil cadangan air dari
bawah tanah punya risiko besar. Air tanah yang hingga kini dimanfaatkan
sebagian warga Jakarta, hampir 80%-nya mengandung bakteri e-coli. Sementara itu
penyedotan air tanah habis-habisan oleh industri, yang sebagian dilakukan
karena tak kunjung juga mendapat pasokan dari jaringan air perpipaan, membuat
permukaan tanah di Jakarta rawan amblas.
Jaringan air perpipaan pun baru
menjangkau 62% penduduk kota. Ini menurut pengakuan dua operator air minum di
Jakarta (sementara menurut Badan Regulator Pelayanan Air Minum malah cuma 44%
saja) Itu pun dengan tingkat kebocoran lebih dari 50%, menurut studi Economist Intellegence Units. Kesulitan
bertambah sebab operator air pun kerap mengeluhkan kurangnya pasokan bahan baku
air, akibat musim kering berkepanjangan.
Setiap hujan, air potensial itu
mengalir bercampur dengan air limbah rumah tangga, bahkan limbah industri dalam
saluran drainase dan sungai-sungai di
Jakarta. Karena memang Jakarta hampir tidak mempunyai sistem pengolahan air
limbah terpisah dari drainase dan
sungai kota. Hanya sekitar 1% air limbah di Jakarta yang diolah oleh instalasi
pengolah air limbah (IPAL) di Jakarta.
3.1 ADAPTASI DAN
MITIGASI KUALITAS AIR JAKARTA
Permasalahan
suatu daerah padat di perkotaan sangat banyak seiring dengan perkembangan
daerah tersebut. Salah satu permasalahan tersebut mengenai pengelolaan air yang
ada. Banyak kawasan pemukiman padat penduduk yang mengabaikan dampak dari
pengelolaan air yang buruk. Dampak dari pengelolaan air yang buruk adalah
menurunnya kualitas air tanah dan genangan air limpasan yang mengakibatkan
kawasan lingkungan menjadi kumuh. Dengan adanya sistem IPAL, biopori dan sumur
resapan ini harapannya masyarakat Jakarta dapat mengembalikan kualitas air
tanah yang ada di kawasan tersebut dan juga mengendalikan banjir maupun
genangan yang ada di lingkungan kawasan. Sehingga air tanah maupun air yang
mengalir di sungai DKI Jakarta menjadi siap/layak untuk dijadikan air baku.
3.1.1
IPAL
(Instalasi Pengolahan Air Limbah)
Pengelolaan limbah cair yang
terdapat di wilayah DKI Jakarta saat ini menggunakan berbagai macam sistem
pengolahan (unit proses dan unit operasi). Sistem pengolahan Air limbah yang
digunakan berupa pengolahan secara fisik maupun pengolahan secara biologis.
Proses pengolahan Air limbah secara biologis yang digunakan di beberapa IPAL di
Jakarta berupa proses aerob dan anaerob.
Namun, pada kenyataannya IPAL yang
telah diserahterimakan ke kantor-kantor walikota, Dinas Peternakan, koperasi
setempat sebagian tidak berjalan dengan baik. Ada IPAL yang sudah tidak
dioperasionalkan lagi. Ada juga IPAL yang beberapa peralatan pendukungnya tidak
dipergunakan atau rusak sehingga pada akhirnya kinerja IPAL tidak
berjalan dengan baik. Kinerja yang buruk ini tentunya akan sangat mempengaruhi
konsentrasi bakteri yang terkandung dalam air tanah. Sehingga perlu peninjauan
ulang kembali terhadap penerapan sistem IPAL yang layak digunakan dan
diaplikasikan di DKI Jakarta.
3.1.2
Sumur
Resapan
Sumur resapan adalah salah satu
rekayasa teknik konservasi air berupa bangunan yang dibuat sedemikian rupa
sehingga menyerupai bentuk sumur gali dengan kedalaman tertentu yang berfungsi
sebagai tempat menampung air hujan yang jatuh di atas atap rumah atau daerah
kedap air dan meresapkannya ke dalam tanah.
Sumur resapan berfungsi memberikan
imbuhan air secara buatan dengan cara menginjeksikan air hujan ke dalam tanah.
Sasaran lokasi adalah daerah peresapan air di kawasan budidaya,
permukiman, perkantoran, pertokoan, industri, sarana dan prasarana olah raga serta
fasilitas umum lainnya.
Manfaat sumur resapan adalah:
1. Mengurangi aliran permukaan
sehingga dapat mencegah / mengurangi terjadinya banjir dan genangan air.
2. Mempertahankan dan meningkatkan
tinggi permukaan air tanah.
3. Mengurangi erosi dan sedimentasi
4. Mengurangi / menahan intrusi air
laut bagi daerah yang berdekatan dengan kawasan pantai
5. Mencegah penurunan tanah (land
subsidance)
6. Mengurangi konsentrasi pencemaran
air tanah.
Bentuk dan jenis bangunan sumur
resapan dapat berupa bangunan sumur resapan air yang dibuat segiempat atau
silinderdengan kedalaman tertentu dan dasar sumur terletak di atas permukaan
air tanah. Berbagai jenis konstruksi sumur resapan adalah:
1. Sumur tanpa pasangan di dinding
sumur, dasar sumur tanpa diisi batu belah maupun ijuk (kosong)
2. Sumur tanpa pasangan di dinding
sumur, dasar sumur diisi dengan batu belah dan ijuk.
3. Sumur dengan susunan batu bata, batu
kali atau bataki di dinding sumur, dasar sumur diisi dengan batu belah dan ijuk
atau kosong.
4. Sumur menggunakan buis beton di
dinding sumur
5. Sumur menggunakan blawong (batu
cadas yang dibentuk khusus untuk dinding sumur).
Konstruksi tersebut memiliki
keunggulan dan kelemahan masing-masing, pemilihannya tergantung pada keadaaan
batuan/tanah (formasi batuan dan struktur tanah).
Pada tanah/batuan yang relatif
stabil, konstruksi tanpa diperkuat dinding sumur dengan dasar sumur diisi
dengan batu belah dan ijuk tidak akan membahayakan bahkan akan
memperlancar meresapnya air melalui celah-celah bahan isian tersebut.
Pada tanah/batuan yang relatif labil,
konstruksi dengan susunan batu bata/batu kali/batako untuk memperkuat dinding
sumur dengan dasar sumur diisi batu belah dan ijuk akan jauh lebih baik
dan bisa direkomendasikan.
Pada tanah dengan/batuan yang sangat
labil, konstruksi dengan menggunakan buis beton atau blawong dianjurkan
meskipun resapan air hanya berlangsung pada dasar sumur saja.
Bangunan pelengkap lainnya yang
diperlukan adalah bak kontrol, tutup sumur resapan dan tutup bak kontrol,
saluran masuklan dan keluaran/pembuangan (terbuka atau tertutup) dan talang air
(untuk rumah yang bertalang air).
Sebelum membuat sumur
resapan air, ada beberapa syarat umum yang harus dipenuhi. Syarat ini sesuai
dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang Tata Cara Perencanaan Sumur
Resapan Air Hujan untuk Lahan Pekarangan. Persyaratan umum yang harus dipenuhi
antara lain:
1. Sumur
resapan harus berada pada lahan yang datar, tidak pada tanah berlereng, curam
atau labil.
2. Sumur
resapan berjarak minimal lima meter dari tempat penimbunan sampah dan septic tank
dan berjarak minimal satu meter dari fondasi bangunan.
3. Kedalaman
sumur resapan bisa sampai tanah berpasir atau maksimal dua meter di bawah
permukaan air tanah. Kedalaman muka air (water table) tanah minimum
1,50 meter pada musim hujan.
4. Struktur
tanah harus mempunyai permeabilitas tanah (kemampuan tanah menyerap air)
minimal 2,0 cm per jam yang berarti dalam satu jam mampu menyerap genangan air
setinggi 2 cm.
Pembuatan
sumur resapan air dibedakan berdasarkan kondisi rumah dan lingkungan yaitu;
untuk rumah dengan talang air, untuk rumah tanpa talang air, dan untuk area terbuka
(taman). Untuk kali ini akan diulas cara pembuatan sumur resapan air pada rumah
yang menggunakan talang air.
Cara
pembuatan sumur resapan air pada rumah dengan talang air adalah sebagai
berikut:
1. Buat
sumur dengan diameter 80-100 cm sedalam 1,5 m namun tidak melebihi muka air
tanah.
2. Untuk
memperkuat dinding tanah, gunakan buis beton, pasangan bata kosong (tanpa
plesteran) atau pasangan batu kosong.
3. Buatlah
saluran pemasukan yang mengalirkan air hujan dari talang ke dalam sumur resapan
dengan menggunakan pipa paralon.
4. Buatlah
saluran pembuangan dari sumur resapan menuju parit yang berfungsi membuang
limpahan air saat sumur resapan kelebihan air. Ketinggian pipa pembuangan harus
lebih tinggi dari muka air tanah tertinggi pada selokan drainase jalan
tersebut.
5. Isi
lubang sumur resapan air dengan koral setebal 15 cm.
6. Tutup
bagian atas sumur resapan dengan plat beton. Di atas plat beton ini dapat
diurug dengan tanah.
3.1.3
Biopori
Gambar
3.3 Sistem Biopori
Biopori adalah metode resapan air yang
ditujukan untuk mengatasi banjir dengan cara meningkatkan daya resap air pada
tanah. Metode ini dicetuskan oleh Ir. Kamir R Brata, M.Sc, salah
satu peneliti dari Institut Pertanian Bogor.
Peningkatan
daya resap air pada tanah dilakukan dengan membuat lubang pada tanah dan
menimbunnya dengan sampah organik untuk
menghasilkan kompos. Sampah organik yang ditimbunkan pada lubang ini kemudian
dapat menghidupi fauna
tanah, yang seterusnya mampu menciptakan pori-pori di dalam tanah. Teknologi
sederhana ini kemudian disebut dengan nama biopori.
Adapun
cara pembuatan biopori adalah sebagai berikut :
1. Gali
tanah dengan linggis kedalaman 30 cm, hal ini dimaksud untuk mempermudah alat
pembuat lubang bekerja
2. Teruskan
membuat lubang dengan pelubang biopori hingga kedalaman 80 – 100 cm
3. Masukkan
pipa paralon sampai tepi pipa rata dengan permukaan tanah, pipa berfungsi
sebagai penahan tanah disekitar lubang agar tidak longsor
4. Masukkan
daun-daun kering, sampah basah ke dalam lubang sampai penuh, hal ini dimaksud
agar sampah terurai oleh cacing dan menjadi kompos
5. Tutupi
lubang dengan tutup paralon, jika tidak ada tutup paralon maka bisa diganti
dengan roster/angin-angin.
3.2
REGULASI
YANG BERHUBUNGAN DENGAN ADAPTASI DAN MITIGASI PENURUNAN KUALITAS AIR JAKARTA
3.2.1
Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2005
Tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum.
3.2.2
UU No 24 tahun 2007 Pasal 47
menyebutkan :
1. Mitigasi Bencana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf c dilakukan untuk mengurangi risiko bencana bagi masyarakat yang berada pada kawasan rawan bencana.
2. Kegiatan
mitigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui:
a. Pelaksanaan
penataan tata ruang.
b. Pengaturan
pembangunan, pembangunan infrastruktur, tata bangunan.
3.2.3
Undang-Undang
No. 32 tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup
juga mengakui eksistensi dan hak-hak kearifan tradisional masyarakat adat.
3.2.4
UU
No 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang.
3.2.5
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah.
3.2.6
Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran
Air.
3.2.7
Keputusan Menteri
Kesehatan RI No. 907/Menkes/SK/VII/2002 tentang syarat-syarat dan pengawasan
kualitas air minum.
3.2.8
Keputusan
Menteri Kesehatan RI Nomor: 891/MENKES/PER/IX/2008 tentang perubahan
KEPMENKES No. 267 tahun 2004 tentang organisasi dan tata kerja unit
pelaksana teknis di bidang teknik kesehatan lingkungan dan pemberantasan
penyakit menular.
a. Badan
Regulator diberi kewenangan untuk memberikan mediasi sesuai Peraturan Gubernur
Provinsi DKI Jakarta Nomor 54 tahun 2005.
b. Persyaratan
mengajukan mediasi oleh para Pihak kepada Badan Regulator.
c. Proses
penanganan mediasi oleh Badan Regulator.
d. Materi
sengketa yang dapat diajukan untuk minta di mediasi oleh Badan Regulator.
e. Waktu
penyelesaian mediasi
f. Bentuk
dan proses penyusunan dan pelaksanaan Pendapat Badan Regulator
g. Badan
Regulator tidak dapat menangani mediasi kedua mengenai hal yang sama.
a. Badan
Regulator mempunyai kewenangan dalam memfasilitasi permasalahan yang
menyangkutpengelolaan dan pelayanan air minum Provinsi DKI Jakarta.
b. Mekanisme
Transparansi :
·
Pengajuan kegiatan
·
Materi kegiatan
·
Waktu Penyelenggaraan kegiatan
·
Putusan Badan tentang Mekanisme dan
prosedur Transparansi Pelayanan Air Minum Jakarta.
c. Prosedur
Transparansi :
·
Proses Pengajuan kegiatan
·
Prosedur dan Pelaksanaa Kegiatan
a. Persyaratan
kualitas air minum
b. Lokasi
pengambilan sample
b. Metode
pengambilan sample
c. Metodologi
pengujian sample
d. Jumlah
sample
e. Frekuensi
pemantauan
f. Instansi
pemantau dan pengawas
g. Pelaporan
h. Sanksi.
Ditulis Oleh :
Ganjar Setyawan C.
I Kadek Bagus Widana Putra
Kartini Halief
Thanks to :
Dr. Ruswandi
Universitas Gunadarma