Statistik

Sonora Radio



Selasa, 26 Juni 2012

Adaptasi dan Mitigasi Penurunan Kualitas Air di Jakarta


 
2.1              KUALITAS AIR DI SINGAPURA
Gambar 2.1 Keadaan Air di Singapura
Singapura mempunyai luas wilayah luas sekitar 700 km2 dan penduduk sekitar 4,4 juta orang. Singapura adalah salah satu Negara yang sangat sedikit pasokan air baku untuk pengolahan air minum, Selain air impor dari Johor, Singapura juga telah melakukan upaya bertekad untuk mempertahankan sumber air (baik dari segi kuantitas dan kualitas secara jangka panjang), memperluas sumber air dari desalinasi dan penggunaan kembali air limbah dan menggunakan perkembangan teknologi untuk meningkatkan ketersediaan air, meningkatkan kualitas pengelolaan air dan memproduksi air baku sendiri sehinnga dapat menurunkan biaya manajemen tersebut.
Di Singapura pengolahan air yang dapat langsung diminum, yaitu NEWater. Saat ini ada tiga pabrik yang memproduksi NEWater di Seletar, Bedok, Ulu Pandan dan Kranji. Proses yang digunakan adalah reverse osmosis dan Pengelolaan Air. Pabrik ini memiliki kapasitas total 20 DKM dan akan menyediakan air ke utara-timur, dan bagian utara Singapura, Jaringan distribusi untuk NEWater meliputi 100 km jalur pipa. NEWater pabrik di Ulu Pandan, dengan kapasitas 25 DKM. Pabrik ini akan memasok air ke bagian barat dan daerah pusat bisnis Singapura. Produksi secara keseluruhan dari NEWater mewakili lebih dari 10% dari total kebutuhan air per hari.
Teknologi lainnya adalah sumber air yang berbasis “desalinated water”, penghilangan kandungan garam dalam air. Singapura memiliki salah satu tanaman laut terbesar dari tanaman laut lainnya yang melakukan proses reverse-osmosis. Yang menghasilkan 30 juta gallon sehari (136000 m2). Dimana pada 2060, kami berniat untuk meningkatkan kapasitas desalinasi dengan hampir 10 kali sehingga air desalinated akan bertemu setidaknya 30% dari kebutuhan air kita di jangka panjang.
menghilangkan
garam.
Kota atau negara yang tengah berjuang mengatasi polusi dan kelangkaan air bisa belajar dari Singapura guna menemukan solusinya. Singapura adalah yang terdepan dalam sistem pengelolaan air yang terintegrasi. Melalui Lembaga Penyedia Layanan Publik (Public Utilities Board), Singapura berhasil mengelola pasokan air, mencari sumber air baru, dan menata sistem pembuangan air dengan cara yang terintegrasi dan holistik.
PUB berhasil mendiversifikasi keperluan air di Singapura dan meminimalkan jumlah air yang hilang sebelum air tersebut mencapai konsumen (non-revenue water). Tata kelola air di negara kota ini adalah salah satu yang terbaik di dunia.
Salah satu kunci kesuksesan Singapura adalah pendekatan yang terintegrasi yang menggabungkan analisis pasokan dan permintaan. Dari sisi pasokan, Singapura memiliki apa yang disebut sebagai Empat Strategi Air Nasional atau “Four National Taps” yang mengidentifikasi empat sumber air utama untuk pembangunan yaitu: pengumpulan air lokal, air impor, air daur ulang atau NEWater dan pemrosesan air laut (desalinated water).
Dari sisi permintaan, Singapura menerapkan tarif air progresif sesuai tingkat konsumsinya. Singapura juga menetapkan pajak konservasi air, standar pemasangan air untuk rumah tangga serta melakukan kampanye dan edukasi pemakaian air yang efisien.
Harga air dihitung berdasarkan biaya untuk memroduksi dan memasoknya, sekaligus untuk mengantisipasi kelangkaan air di negara tersebut dan biaya untuk mengatasinya.
Dengan mengenakan tarif yang sesuai dengan biaya-biaya di atas, Singapura mampu membiayai penelitian dan pengembangan serta membangun fasilitas baru yang lebih inovatif dan efisien guna memenuhi keperluan air pada masa datang.
Kunci sukses lain adalah efektifitas pemerintah, komitmen politik yang kuat, kejelasan peraturan dan hukum, serta pekerja yang rajin dan berpengalaman.
Semua upaya ini membawa hasil positif. Konsumsi air per kapita Singapura turun secara bertahap dari tingkat tertinggi sepanjang sejarah yaitu 175 liter/hari pada 1994 menjadi 156 liter/hari pada 2008. Pada 2030, PUB menargetkan konsumsi air per kapita Singapura bisa mencapai 140 liter/hari.
Singapura saat ini semakin mandiri dalam memenuhi kebutuhan air mereka. Industri air di Singapura pun sangat bergairah. Lebih dari 50 perusahaan asing dan lokal saling bersaing dengan sehat guna memenuhi kebutuhan penduduk di Negeri Singa tersebut.

2.2              KUALITAS AIR DI JAKARTA
Gambar 2.2 Keadaan Air di Indonesia
Khusus untuk Jakarta, persoalan yang sudah mengemuka sejak sepuluh tahun terakhir adalah menyangkut sumber air baku dan kontinuitas pasokan, pola kerja sama antarpihak yang terkait penyediaan air bersih, dan pengembangan infrastruktur serta teknologi pengolahan air bersih dan limbah.
Karena itu upaya gerakan Kali Bersih akan sangat bermanfaat untuk 10 hingga 20 tahun ke depan. Paralel dengan upaya tersebut adalah penggunaan teknologi untuk mengolah air sungai di Jakarta yang semakin hari semakin berkurang tingkat pencemarannya. Kita berharap teknologi seperti ultrafiltrasi yang tengah dikaji Kementerian PU, dapat dipergunakan dalam waktu dekat. 
Tidak seperti Singapura, Jakarta diberi anugerah air yang melimpah. Tiga belas aliran sungai mengalir di seluruh kota. Sungai menjadi bagian penting peradaban orang Jakarta.  Melimpahnya air, yang disuplai mata  air dari barisan Gunung Gede Pangrango yang relatif berjarak sekejap saja dari Jakarta, sayangnya hanya diterima begitu saja. Tanpa adanya kekhawatiran air bakal mengering atau turun kualitasnya.
Sungai menjadi tong sampah dan sasaran limbah. Cadangan air di danau dan air dalam tanah habis disedot untuk keperluan rumah tangga, bahkan industri. Gratis atau bisa didapat dengan harga yang murah saja. Dari sudut kesehatan dan ekologis mengambil cadangan air dari bawah tanah punya risiko besar. Air tanah yang hingga kini dimanfaatkan sebagian warga Jakarta, hampir 80%-nya mengandung bakteri e-coli. Sementara itu penyedotan air tanah habis-habisan oleh industri, yang sebagian dilakukan karena tak kunjung juga mendapat pasokan dari jaringan air perpipaan, membuat permukaan tanah di Jakarta rawan amblas.
Jaringan air perpipaan pun baru menjangkau 62% penduduk kota. Ini menurut pengakuan dua operator air minum di Jakarta (sementara menurut Badan Regulator Pelayanan Air Minum malah cuma 44% saja) Itu pun dengan tingkat kebocoran lebih dari 50%, menurut studi Economist Intellegence Units. Kesulitan bertambah sebab operator air pun kerap mengeluhkan kurangnya pasokan bahan baku air, akibat musim kering berkepanjangan.
Setiap hujan, air potensial itu mengalir bercampur dengan air limbah rumah tangga, bahkan limbah industri dalam saluran drainase dan sungai-sungai di Jakarta. Karena memang Jakarta hampir tidak mempunyai sistem pengolahan air limbah terpisah dari drainase dan sungai kota. Hanya sekitar 1% air limbah di Jakarta yang diolah oleh instalasi pengolah air limbah (IPAL) di Jakarta.

3.1        ADAPTASI DAN MITIGASI KUALITAS AIR JAKARTA
 Permasalahan suatu daerah padat di perkotaan sangat banyak seiring dengan perkembangan daerah tersebut. Salah satu permasalahan tersebut mengenai pengelolaan air yang ada. Banyak kawasan pemukiman padat penduduk yang mengabaikan dampak dari pengelolaan air yang buruk. Dampak dari pengelolaan air yang buruk adalah menurunnya kualitas air tanah dan genangan air limpasan yang mengakibatkan kawasan lingkungan menjadi kumuh. Dengan adanya sistem IPAL, biopori dan sumur resapan ini harapannya masyarakat Jakarta dapat mengembalikan kualitas air tanah yang ada di kawasan tersebut dan juga mengendalikan banjir maupun genangan yang ada di lingkungan kawasan. Sehingga air tanah maupun air yang mengalir di sungai DKI Jakarta menjadi siap/layak untuk dijadikan air baku.

3.1.1        IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah)
Gambar 3.1 Sistem IPAL di DKI Jakarta
            Pengelolaan limbah cair yang terdapat di wilayah DKI Jakarta saat ini menggunakan berbagai macam sistem pengolahan (unit proses dan unit operasi). Sistem pengolahan Air limbah yang digunakan berupa pengolahan secara fisik maupun pengolahan secara biologis. Proses pengolahan Air limbah secara biologis yang digunakan di beberapa IPAL di Jakarta berupa proses aerob dan anaerob.
            Namun, pada kenyataannya IPAL yang telah diserahterimakan ke kantor-kantor walikota, Dinas Peternakan, koperasi setempat sebagian tidak berjalan dengan baik. Ada IPAL yang sudah tidak dioperasionalkan lagi. Ada juga IPAL yang beberapa peralatan pendukungnya tidak dipergunakan atau rusak  sehingga pada akhirnya kinerja IPAL tidak berjalan dengan baik. Kinerja yang buruk ini tentunya akan sangat mempengaruhi konsentrasi bakteri yang terkandung dalam air tanah. Sehingga perlu peninjauan ulang kembali terhadap penerapan sistem IPAL yang layak digunakan dan diaplikasikan di DKI Jakarta.

3.1.2        Sumur Resapan
Sumur resapan adalah salah satu rekayasa teknik konservasi air berupa bangunan yang dibuat sedemikian rupa sehingga menyerupai bentuk sumur gali dengan kedalaman tertentu yang berfungsi sebagai tempat menampung air hujan yang jatuh di atas atap rumah atau daerah kedap air dan meresapkannya ke dalam tanah.
Sumur resapan berfungsi memberikan imbuhan air secara buatan dengan cara menginjeksikan air hujan ke dalam tanah. Sasaran  lokasi adalah daerah peresapan air  di kawasan budidaya, permukiman, perkantoran, pertokoan, industri, sarana dan prasarana olah raga serta fasilitas umum lainnya.
Manfaat sumur resapan adalah:
1.      Mengurangi aliran permukaan  sehingga dapat mencegah / mengurangi terjadinya banjir dan genangan air.
2.      Mempertahankan dan meningkatkan tinggi permukaan air tanah.
3.      Mengurangi erosi dan sedimentasi
4.      Mengurangi / menahan intrusi air laut  bagi daerah yang berdekatan dengan kawasan pantai
5.      Mencegah penurunan  tanah (land subsidance)
6.      Mengurangi konsentrasi pencemaran air tanah.
Bentuk dan jenis bangunan sumur resapan dapat berupa bangunan sumur resapan air yang dibuat segiempat atau silinderdengan kedalaman tertentu dan dasar sumur terletak di atas permukaan air tanah. Berbagai jenis konstruksi sumur resapan adalah:
1.      Sumur tanpa pasangan di dinding sumur, dasar sumur tanpa diisi batu belah maupun ijuk (kosong)
2.      Sumur tanpa pasangan di dinding sumur, dasar sumur diisi dengan batu belah dan ijuk.
3.      Sumur dengan susunan batu bata, batu kali atau bataki di dinding sumur, dasar sumur diisi dengan batu belah dan ijuk atau kosong.
4.      Sumur menggunakan buis beton di dinding sumur
5.      Sumur menggunakan blawong (batu cadas yang dibentuk khusus untuk dinding sumur).
Konstruksi tersebut memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing, pemilihannya tergantung pada keadaaan batuan/tanah (formasi batuan dan struktur tanah).
Pada tanah/batuan yang relatif stabil, konstruksi tanpa diperkuat dinding sumur dengan dasar sumur diisi dengan batu belah dan ijuk  tidak akan membahayakan bahkan akan memperlancar meresapnya air melalui celah-celah bahan isian tersebut.
Pada tanah/batuan yang relatif labil, konstruksi dengan susunan batu bata/batu kali/batako untuk memperkuat dinding sumur dengan dasar sumur diisi  batu belah dan ijuk akan jauh lebih baik dan bisa direkomendasikan.
Pada tanah dengan/batuan yang sangat labil, konstruksi dengan menggunakan buis beton atau blawong dianjurkan meskipun resapan air hanya berlangsung pada dasar sumur saja.
Bangunan pelengkap lainnya yang diperlukan adalah bak kontrol, tutup sumur resapan dan tutup bak kontrol, saluran masuklan dan keluaran/pembuangan (terbuka atau tertutup) dan talang air (untuk rumah yang bertalang air).
Sebelum membuat sumur resapan air, ada beberapa syarat umum yang harus dipenuhi. Syarat ini sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang Tata Cara Perencanaan Sumur Resapan Air Hujan untuk Lahan Pekarangan. Persyaratan umum yang harus dipenuhi antara lain:
1.      Sumur resapan harus berada pada lahan yang datar, tidak pada tanah berlereng, curam atau labil.
2.      Sumur resapan berjarak minimal lima meter dari tempat penimbunan sampah dan septic tank dan berjarak minimal satu meter dari fondasi bangunan.
3.      Kedalaman sumur resapan bisa sampai tanah berpasir atau maksimal dua meter di bawah permukaan air tanah. Kedalaman muka air (water table) tanah minimum 1,50 meter pada musim hujan.
4.      Struktur tanah harus mempunyai permeabilitas tanah (kemampuan tanah menyerap air) minimal 2,0 cm per jam yang berarti dalam satu jam mampu menyerap genangan air setinggi 2 cm.
Pembuatan sumur resapan air dibedakan berdasarkan kondisi rumah dan lingkungan yaitu; untuk rumah dengan talang air, untuk rumah tanpa talang air, dan untuk area terbuka (taman). Untuk kali ini akan diulas cara pembuatan sumur resapan air pada rumah yang menggunakan talang air.
Gambar 3.2 Teknik Pembuatan Sumur Resapan Air
Cara pembuatan sumur resapan air pada rumah dengan talang air adalah sebagai berikut:
1.      Buat sumur dengan diameter 80-100 cm sedalam 1,5 m namun tidak melebihi muka air tanah.
2.      Untuk memperkuat dinding tanah, gunakan buis beton, pasangan bata kosong (tanpa plesteran) atau pasangan batu kosong.
3.      Buatlah saluran pemasukan yang mengalirkan air hujan dari talang ke dalam sumur resapan dengan menggunakan pipa paralon.
4.      Buatlah saluran pembuangan dari sumur resapan menuju parit yang berfungsi membuang limpahan air saat sumur resapan kelebihan air. Ketinggian pipa pembuangan harus lebih tinggi dari muka air tanah tertinggi pada selokan drainase jalan tersebut.
5.      Isi lubang sumur resapan air dengan koral setebal 15 cm.
6.      Tutup bagian atas sumur resapan dengan plat beton. Di atas plat beton ini dapat diurug dengan tanah.

3.1.3        Biopori
Gambar 3.3 Sistem Biopori
Biopori adalah metode resapan air yang ditujukan untuk mengatasi banjir dengan cara meningkatkan daya resap air pada tanah. Metode ini dicetuskan oleh Ir. Kamir R Brata, M.Sc, salah satu peneliti dari Institut Pertanian Bogor.
Peningkatan daya resap air pada tanah dilakukan dengan membuat lubang pada tanah dan menimbunnya dengan sampah organik untuk menghasilkan kompos. Sampah organik yang ditimbunkan pada lubang ini kemudian dapat menghidupi fauna tanah, yang seterusnya mampu menciptakan pori-pori di dalam tanah. Teknologi sederhana ini kemudian disebut dengan nama biopori.
Adapun cara pembuatan biopori adalah sebagai berikut :
1.      Gali tanah dengan linggis kedalaman 30 cm, hal ini dimaksud untuk mempermudah alat pembuat lubang bekerja
2.      Teruskan membuat lubang dengan pelubang biopori hingga kedalaman 80 – 100 cm
3.      Masukkan pipa paralon sampai tepi pipa rata dengan permukaan tanah, pipa berfungsi sebagai penahan tanah disekitar lubang agar tidak longsor
4.      Masukkan daun-daun kering, sampah basah ke dalam lubang sampai penuh, hal ini dimaksud agar sampah terurai oleh cacing dan menjadi kompos
5.      Tutupi lubang dengan tutup paralon, jika tidak ada tutup paralon maka bisa diganti dengan roster/angin-angin.

3.2              REGULASI YANG BERHUBUNGAN DENGAN ADAPTASI DAN MITIGASI PENURUNAN KUALITAS AIR JAKARTA
3.2.1        Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2005 Tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum.
3.2.2        UU No 24 tahun 2007 Pasal 47 menyebutkan :
1.      Mitigasi Bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf c dilakukan untuk mengurangi risiko bencana bagi masyarakat yang berada pada kawasan rawan bencana.
2.      Kegiatan mitigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
a.       Pelaksanaan penataan tata ruang.
b.      Pengaturan pembangunan, pembangunan infrastruktur, tata bangunan.
c.       Penyelenggaraan pendidikan, penyuluhan, dan pelatihan baik secara konvensional maupun modern.
3.2.3        Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup juga mengakui eksistensi dan hak-hak kearifan tradisional masyarakat adat.
3.2.4        UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
3.2.5        Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah.
3.2.6        Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
3.2.7        Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 907/Menkes/SK/VII/2002 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum.
3.2.8        Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 891/MENKES/PER/IX/2008 tentang perubahan KEPMENKES  No. 267 tahun 2004  tentang organisasi dan tata kerja unit pelaksana teknis di bidang teknik kesehatan lingkungan dan pemberantasan penyakit menular.
a.       Badan Regulator diberi kewenangan untuk memberikan mediasi sesuai Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 54 tahun 2005.
b.      Persyaratan mengajukan mediasi oleh para Pihak kepada Badan Regulator.
c.       Proses penanganan mediasi oleh Badan Regulator.
d.      Materi sengketa yang dapat diajukan untuk minta di mediasi oleh Badan Regulator.
e.       Waktu penyelesaian mediasi
f.       Bentuk dan proses penyusunan dan pelaksanaan Pendapat Badan Regulator
g.      Badan Regulator tidak dapat menangani mediasi kedua mengenai hal yang sama.
a.       Badan Regulator mempunyai kewenangan dalam memfasilitasi permasalahan yang menyangkutpengelolaan dan pelayanan air minum Provinsi DKI Jakarta.
b.      Mekanisme  Transparansi :
·         Pengajuan kegiatan
·         Materi kegiatan
·         Waktu Penyelenggaraan kegiatan
·         Putusan Badan tentang Mekanisme dan prosedur Transparansi Pelayanan Air Minum Jakarta.
c.       Prosedur Transparansi :
·         Proses Pengajuan kegiatan
·         Prosedur dan Pelaksanaa Kegiatan

a.       Persyaratan kualitas air minum
b.      Lokasi pengambilan sample
b.      Metode pengambilan sample
c.       Metodologi pengujian sample
d.      Jumlah sample
e.       Frekuensi pemantauan
f.       Instansi pemantau dan pengawas
g.      Pelaporan
h.      Sanksi.

Ditulis Oleh :
Ganjar Setyawan C.
I Kadek Bagus Widana Putra
Kartini Halief
Thanks to :
Dr. Ruswandi
Universitas Gunadarma

Daftar Pengunjung